Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, meskipun memiliki tiket untuk mengusung calon presiden (Capres), koalisi Gerindra-PKB belum menentukan siapa yang akan dicapreskan.
"Mereka pasangan rawan, mengapa? dari sisi Prabowo beliau sudah ke tiga kalinya menjadi Capres, sementara Cak Imin penuh kontroversi, bahkan belum lama malah menjadi yang pertama mendukung tiga periode, belum lagi rumor persoalan lama di KPK," ujar Satyo kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (14/8).
Satyo menilai, Prabowo sangat diterima oleh kalangan Nahdliyyin dan Gusdurian. Tetapi, keadaan terbalik dengan Cak Imin, meski PKB dapat dikatakan NU yang menjadi "bidannya", namun kini situasi berbeda.
Perbedaan itu, kata Satyo, saat ini hubungan Cak Imin dengan khususnya PBNU sedang tidak harmonis, terlebih dengan Gusdurian. Kondisi itu, di mata Satyo, akan menjadi titik lemah Prabowo jika berpasangan dengan Cak Imin.
Apalagi, Satyo melihat, kalangan nahdliyin tidak akan melupakan bahwa Cak Imin pernah mengkudeta Gus Dur dari kepemimpinan PKB.
"Seperti kata pepatah 'musuhnya temanmu akan menjadi musuhmu'. Rasanya kesempatan untuk Capres masih mungkin hanya di tahun 2024," jelas Satyo.
Satyo menyarankan agar Prabowo benar-benar melakukan kalkulasi politik yang matang. Sebab, jika tidak dihitung secara hati-hati kesempatan Prabowo menang akan mengalami kendala berat.
"Maka bisa dipastikan peluang yang terbuka akan terbuang," pungkas Satyo.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: