Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Setara Institute: Pembentukan Tim Paham, Proyek Mempertebal Impunitas Pelanggaran HAM Masa Lalu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 16 Agustus 2022, 18:05 WIB
Setara Institute: Pembentukan Tim Paham, Proyek Mempertebal Impunitas Pelanggaran HAM Masa Lalu
Ketua Setara Institute Hendardi/Net
rmol news logo Keputusan Presiden Presiden Joko Widodo dalam hal Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu atau disingkat Tim Paham tidak ubahnya proyek yang dibentuk tanpa kajian.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Dikatakan Ketua Setara Institute Hendardi, dalam draft yang dia terima, Tim Paham bisa menjadi persoalan karena ada sejumlah anggota yang diantaranya dianggap sebagai sosok bermasalah terkait pelanggaran HAM masa lalu.

"Maka kami memandang pembentukan Tim Paham hanyalah proyek
mempertebal impunitas dan pemutihan pelanggaran HAM masa lalu yang belum tuntas diselesaikan oleh negara," ujar Hendardi kepada wartawan, Selasa (16/8).

Menurutnya, langkah Presiden Jokowi menerbitkan keputusan itu, menyiratkan bahwa dia tidak mampu dan tidak mau menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, bahkan yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM.

"Alih-alih merangkai kepingan fakta dan informasi untuk mengakselerasi mekanisme yudisial yang selama ini menjadi perintah UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, Jokowi justru menutup rapat tuntutan publik dan harapan korban akan kebenaran dan keadilan," terangnya.

Lanjutnya, daya rusak Tim Paham ini akan berdampak luar biasa pada upaya pencarian keadilan karena tidak diberi mandat pencarian kebenaran untuk memenuhi hak korban dan publik sebagai dasar kelayakan apakah suatu peristiwa bisa dibawa ke proses pengadilan HAM atau direkomendasikan diselesaikan melalui jalur non yudisial.

Karena pilihan non yudisial telah ditetapkan, masih kata Hendardi, maka sejatinya Jokowi mengingkari mandat UU 26/2000 yang bahwa penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 bisa diadili melalui Pengadilan HAM Ad Hoc.

"Mekanisme non-yudisial ini bentuk pengampunan massal dan cuci tangan negara serta melembagakan impunitas semakin kukuh dan permanen. Negara seharusnya membuka kembali persetujuan yang dibuatnya sendiri terkait rekomendasi Universal Periodic Review PBB, 2017 untuk menguatkan komitmen dan meneruskan usaha melawan impunitas," bebernya.

"Langkah aktual yang dipilih pemerintah justru vice versa atau berkebalikan dengan komitmen negara terhadap dunia internasional," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA