“Secara umum penetapan status Tersangka (TSK) untuk FS serta beberapa personel lain dan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh Tim Khusus bentukan Kapolri bisa dikatakan telah mengesankan penegakan hukum yang lebih tegas dan tidak pandang bulu di dalam Polri,†kata Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam keterangannya yang diterima Redaksi, Rabu (17/8).
Namun demikian, Hendardi menyebut, penetapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personel baik dari Polres Jaksel, Polda Metro Jaya (PMJ), maupun Mabes Polri mesti benar-benar fair, akuntabel dan terbuka dalam prosesnya.
“Hal ini penting untuk memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap anggota Polri,†tegasnya.
Adapun untuk anggota Polri yang diduga melanggar etik tentu dapat dijerat pidana apabila dapat dibuktikan yang bersangkutan memang terkait langsung dengan peristiwa pidananya, atau turut serta membantu tindak pidana.
Namun, lanjut Hendardi, penetapan jerat pidana tersebut mesti dilakukan secara berhati-hati, dan bertanggung jawab. Serta harus cukup terbuka tentang tindak pidana apa yang dilakukan yang bersangkutan. Banyak dari anggota yang sebenarnya hanyalah korban skenario di awal kasus ini muncul.
“Melihat cukup banyak personel Polri yang diperiksa berkaitan dengan pelanggaran etik dan pidana, sangat penting dipertimbangkan tentang kondisi mental dan moral anggota serta kewibawaan institusi,†tuturnya.
Menurut Hendardi, dugaan sangkaan atau menyatakan ketidakprofesionalan anggota mesti dengan pertimbangan matang. Terutama menyangkut apakah seluruh personel dalam 3 jenjang proses penyelidikan dan penyidikan dimulai di Polres Jakarta Selatan, lalu PMJ, maupun terakhir di Bareskrim Mabes Polri memiliki dasar fakta-fakta awal yang sama dan transparan untuk dianalisis.
"Jika penerapan dugaan dan sanksi etik ini cenderung tidak transparan, dapat menuai prasangka pemanfaatan untuk interest tertentu maupun upaya menyudutkan pihak-pihak tertentu secara
unfair," jelasnya.
Seyogyanya, masih kata Hendardi, setiap proses pemeriksaan baik hukum maupun etik dapat diinfokan secara bertahap dan terbuka untuk menghindari prasangka-prasangka dan menunjukkan proses yang akuntabel.
“Termasuk di dalamnya melibatkan Kompolnas dalam pengawasan proses sesuai kewenangannya sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat g dan f Perpres 17 tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas),†pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: