"Puan menyindir soal emansipasi wanita karena memang kalau mau jujur publik kita saat ini masih menganggap pemimpin perempuan itu atau figur perempuan itu masih tersubkoordinasi di bawah koordinasi laki-laki,†kata pengamat politik, Adi Prayitno, ketika berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (17/8).
Menurut Adi, banyak pemahaman di Indonesia yang membatasi ruang gerak perempuan untuk menjadi pucuk pimpinan. Oleh sebab itu, Puan dalam pidatonya tengah menerabas pakem yang selama ini dianut. Bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin negara.
“Bagi perempuan, demokrasi di Indonesia itu enggak berlaku laki-laki perempuan, peran kapasitas dan kompetensi sama. Mestinya publik harus melihat perempuan juga bisa jadi pemimpin. Itu sebenarnya yang ingin ditonjolkan oleh Puan," jelasnya.
Mungkin, lanjut Adi, Puan ingi melihat realitas sosial politik kita, di mana penolakan terhadap pemimpin perempuan itu karena faktor agama, faktor kultur, dan faktor sosial.
“Nah itu yang kemudian ingin diterabas oleh Puan dalam pidatonya kemarin, bahwa dalam iklim demokrasi di tengah kemajuan zaman yang semakin pesat laki-laki dan perempuan itu memiliki kapasitas dan kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin, kira-kira begitu,†tutupnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: