Hal tersebut ditegaskan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri saat menjadi pembicara dalam Konferensi Antikorupsi untuk Profesi Penegak Hukum di Asia Tenggara atau
Regional Anti-Corruption Conference For Law Enforcement Professioanals in Southeast Asia yang digelar Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan atau
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) di Bangkok, Thailand, selama 29-31 Agustus 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Firli menegaskan bahwa praktik korupsi dan pencucian uang akan lebih kompleks dan canggih di saat sebuah negara berstatus
middle income.
"Beberapa penelitian menyarankan jenis, pola, dan pelaku korupsi berkembang berdasarkan perkembangan sosial, politik, dan ekonomi. Lebih tinggi pendapatan negara, maka lebih banyak korupsi dan pencucian uangnya," tegas Firli Bahuri yang disampakan secara virtual, Senin (29/8).
Dengan kata lain, korupsi merupakan "target yang bergerak" dan berkembang mengikuti perkembangan waktu dan teknologi. Negara-negara berpendapatan menengah pun kini sedang dihadapkan dengan korupsi modern.
"Di pertengahan abad berikutnya, ketika mayoritas bangsa-bangsa Asia mencapai status penghasilan tinggi, kita akan menghadapi korupsi pasca-modern yang lebih canggih," tutur Firli Bahuri.
Apalagi, aktor korupsi dan pencucian uang kebanyakan berasal dari swasta dengan target korupsi yang besar.
"Kini, saatnya memperkuat kerja sama lebih lanjut untuk mencegah dan mematikan korupsi dan pencucian uang. Ini penting selain untuk meningkatkan diri sendiri, juga untuk menghadapi bentuk korupsi yang akan datang," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: