Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ekonom: Subsidi BBM Seperti Candu yang Membuat Masyarakat Ketergantungan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Selasa, 30 Agustus 2022, 23:53 WIB
Ekonom: Subsidi BBM Seperti Candu yang Membuat Masyarakat Ketergantungan
Ilustrasi/Net
rmol news logo Mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap dan mengalokasikan anggaran ke sektor yang lebih produktif adalah langkah yang perlahan harus mulai dilakukan pemerintah.

Dikatakan ekonom Faisal Basri, penetapan harga BBM seharusnya berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global, seperti dulu diterapkan pada awal-awal pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Demi kebaikan perekonomian nasional dan kesejahteraan bangsa, secara bertahap subsidi BBM harus dihilangkan," ujar Faisal Basri kepada wartawan, Selasa (30/8).

Polemik ketika muncul wacana subsidi BBM akan dikurangi dan harga akan naik, memang wajar terjadi. Dia mengibaratkan, subsidi BBM adalah candu yang selama ini membuat masyarakat ketergantungan.

"Subsidi BBM dapat diibaratkan seperti candu yang membuat konsumen terlena dan menimbulkan ketergantungan. Untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut memang sulit, namun tentu bukan mustahil," terangnya.

Faisal mengingatkan kembali, Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah membuat kebijakan yang baik dengan mengeluarkan Perpres 191/2014 yang semangatnya untuk melakukan pengurangan subsidi BBM.

Berdasarkan aturan tersebut harga BBM, kecuali minyak tanah yang nominal harganya ditentukan dan minyak solar yang mendapat subsidi maksimum seribu rupiah per liter, ditetapkan berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global, dalam hal ini harga transaksi di bursa minyak Singapura (MOPS).

"Berdasarkan aturan tersebut harga jual eceran BBM diubah setiap bulan sesuai dengan perubahan harga minyak di bursa Singapura. Selain itu, pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi untuk bensin premium. Subsidi hanya diberikan untuk minyak tanah dan minyak solar," terangnya.

Hasilnya, dalam catatan Faisal, pencabutan subsidi ini berdampak besar pada pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM.

"Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM turun tajam dari Rp 191,0 triliun pada 2014 menjadi Rp 34,9 triliun pada 2015," katanya.

Dia memahami, harga BBM selama ini menjadi persoalan sensitif bagi pemerintah karena kebijakan menaikkan harga BBM selalu mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan. Namun, pemerintah bisa tetap konsisten di jalan menghapus subsidi BBM meski tidak popular.

"Memerlukan upaya keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan tersebut diperlukan agar pemerintah dapat menyediakan anggaran cukup untuk kebutuhan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi orang miskin," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA