Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengalihan Subsidi BBM ke Sektor Produktif Diperlukan untuk Jaga Momentum Deflasi Agustus

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Jumat, 02 September 2022, 15:13 WIB
Pengalihan Subsidi BBM ke Sektor Produktif Diperlukan untuk Jaga Momentum Deflasi Agustus
Direktur Executive Next Policy, Fithra Faisal/Ist
rmol news logo Penyesuaian anggaran subsidi bahan bahar minyak (BBM) memang perlu dilakukan pemerintah dalam menyiapkan mitigasi beban tambahan pada APBN di tengah ketidakpastian geopolitik dan geoekonomi dunia. Utamanya, alokasi anggaran subsidi bisa dialihkan kepada sektor produktif lain yang manfaatnya bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Pandangan ini disampaikan Direktur Executive Next Policy, Fithra Faisal, dalam diskusi publik "Penyesuaian Harga BBM dan Pengalihan Subsidi ke Sasaran yang Lebih Tepat dan Langsung ke Penerima," yang digelar oleh HMI Badko Jabodetabek dan Banten di Jakarta, Jumat (2/9).

"Sudah saatnya kita melihat bahwa ada prioritas lain. Kalau misalkan kita fokuskan ke subsidi energi, ini kita tidak tahu sampai kapan anggaran kita bisa tahan terhadap potensi kenaikan harga," kata Fithra.

"Apalagi kan proyeksinya sampai akhir tahun bisa sampai 150 dolar AS per barel karena memang ada potensi geopolitik yang belum reda. Yang kedua adalah adanya tren peningkatan demand jelang musim dingin karena biasanya permintaan energi naik," imbuhnya.

Tanpa langkah konkret untuk mengurangi defisit anggaran sejak saat ini, lanjut Fithra, APBN tahun depan akan kembali defisit melebihi batas yang diperbolehkan.

"Daripada membengkak terus, konsekuensinya anggaran tahun depan, 2023, mungkin target defisit tidak tercapai lagi tuh, yang seharusnya di bawah tiga persen, sesuai amanat Undang Undang 2/2020," ujarnya.

Oleh karena itu, pilihan paling rasional bagi Indonesia saat ini adalah mengurangi besaran subsidi dengan menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax, dan Solar. Serta mengalihkan potensi anggaran untuk membantu kelompok masyarakat yang memang membutuhkan.

Dalam jangka pendek, menurut Fithra, pengalihan subsidi bisa diberikan berupa bantuan langsung kepada masyarakat dalam upaya melakukan stabilisasi inflasi. Sementara, dalam jangka panjang, anggaran subsidi bisa untuk membiayai sektor-sektor yang lebih produktif.

"Tanpa penyesuaian harga BBM akan ada tambahan Rp 200 triliun sampai Rp 300 triliun lagi akibat kita harus subsidi energi. Nah ini bisa dialihkan ke sektor-sektor lain juga yang lebih produktif. Investasi di ranah pendidikan, investasi untuk membangun infrastruktur jalan, terus jalur kereta api, kemudian bangun industri, gitu kan," terangnya.

Di sisi lain, kata Fithra lagi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka deflasi pada Agustus 2022 menunjukkan tren positif. Hal tersebut, harus menjadi momentum penuh pemerintah dalam merestrukturisasi kebijakannya.

"Pada Agustus 2022, BPS baru saja mengumumkan angka deflasi minus 0,21 persen. Ini merupakan deflasi yang terbesar setelah 2019. Artinya tekanan inflasi sudah mulai reda. Secara tahunan juga sekarang inflasinya di bulan Agustus 4,69 persen, di bulan Juli 4,9 persen, itu deflasi juga kan tekanan inflasi," urainya.

Fithra menekankan, bahwa kebijakan penyesuaian harga BBM mendapatkan  momentum yang tepat di tengah kondisi ekonomi nasional yang sedang stabil.

"Yang kedua adalah manufacturing purchasing managers index naik di bulan Agustus. Sekarang 51,7, sebelumnya 51,3. Artinya perekonomian kita sekarang lagi solid, tekanan inflasi tidak terlalu besar, cenderung turun, maka sekarang adalah momentumnya untuk kenaikan harga atau melakukan penyesuaian," pungkasnya. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA