Demikian pendapat Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto soal pasifnya PDIP terhadap kebijakan Jokowi menaikan harga BBM subsidi.
"Akan sangat terganggu," ujar Satyo kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (5/9).
Satyo menilai, pemerintahan Joko Widodo selalu membuat kontradiksi dalam setiap kebijakan. Hal terakhir adalah, terkait berbagai alasan dan pembenaran yang disampaikan guna menaikkan harga BBM. Padahal, BBM adalah jenis yang paling besar volumenya yang digunakan oleh masyarakat dan angkutan barang.
"Propaganda mereka dengan bahasa 'subsidi' dan 'beban negara' jelas sangat tendensius dan berkonotasi bahwa kebutuhan rakyat adalah hal yang mengganggu keuangan pemerintah, lalu mengapa kebijakan pemerintah yang lain yamg diputuskan oleh akibat tidak cermatnya pemerintah dalam kebijakan yamg dapat merugikan pemerintah juga tidak dijadikan alasan? dalam tahap ini pemerintah miss leading," jelas Satyo.
Satyo lantas menyoroti soal sikap PDIP yang kerap kali mengklaim sebagai partai "wong cilik", namun tidak lantang menolak kenaikan harga BBM.
Sikap tersebut kata Satyo, dapat mempengaruhi dukungan masyarakat terhadap Puan yang berasal dari PDIP pada Pemilu 2024 nanti. Apalagi, peluang Puan berpasangan dengan Prabowo Subianto selaku Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra sangat besar setelah pertemuan kemarin.
Padahal, kata Satyo, PDIP bisa memanfaatkan momentum saat ini dengan cara menolak kenaikan harga BBM secara lantang dan menegur Presiden Joko Widodo yang merupakan kadernya yang diusung dalam dua Pilpres terakhir.
"Peluang koalisi PDIP-Gerindra sangat terbuka gabungan PDIP-Gerindra sudah lebih dari cukup untuk mereka mengusung pasangan capres, sebab gabungan suara mereka sekira 34 persen melebihi batas minimal presidential Threshold," pungkas Satyo.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: