Terlebih, perusakan itu terjadi di Aceh yang diketahui menjadikan syariat Islam sebagai qanun yang harus ditaati oleh setiap warga.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Maarif Institute Abd Rohim Ghazali dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/9).
“Ini bukti nyata bahwa toleransi di “kota santri†masih menjadi persoalan besar. Ada apa?†kata Abd Rohim.
Ia lantas mempertanyakan tindakan pengrusakan yang terjadi di kota yang disebut-sebut sebagai Serambi Mekkah tersebut.
Padahal, sangat jelas pembuat kerusakan dikecam keras oleh alquran. Karena Islam itu rahmatan lil’alamin yang harus menjadi rahmat bagi semesta, bagi semua makhluk, bagi semua penduduk bumi.
“Jangan mengaku muslim jika anda tak bisa menjaga ketentraman dan kedamaian,†tegas aktivis Muhammadiyah ini.
Atas dasar itu, Abd Rohim meminta pihak-pihak yang telah merusak papan nama Pimpinan Cabang Muhammadiyah Samalanga, Bireun, untuk meminta maaf kepada persyarikatan Muhammadiyah dan kepada umat Islam secara keseluruhan.
“Karena anda telah merusak citra Islam,†tegasnya.
Jika pihak-pihak yang melakukan pengrusakan itu tidak ada yang mengaku, kata Abd Rohim, maka aparat kepolisian setempat harus melakukan pengusutan dan diproses secara hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
“Proses hukum penting untuk memberi efek jera, agar tidak melakukan hal yang sama atau yang lebih buruk lagi di masa mendatang. Juga, agar tidak ditiru oleh orang lain untuk melakukan keburukan yang sama,†tuturnya.
Selain itu, masih kata Abd Rohim, proses hukum juga bisa menjadi bukti bahwa aparat kemanan dan aparat hukum, masih ada dan bisa diandalkan.
Menurutnya, Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Islam mengajarkan setiap orang untuk saling mengenal, menjaga keharmonisan dalam kebhinekaan suku, ras, dan agama.
“Jangan mengaku taat ajaran Islam kalau tak mau menjaga keharmonisan,†pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: