Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Diskusi Bareng Puluhan Mahasiswa PTIK, Nagara Institute Singgung Bahaya "Tentakel" Politik di Polri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Selasa, 13 September 2022, 13:48 WIB
Diskusi Bareng Puluhan Mahasiswa PTIK, Nagara Institute Singgung Bahaya "Tentakel" Politik di Polri
Pembicara dan peserta diskusi bertajuk "Polisi: Kemarin, Hari Ini dan Esok"/Ist
rmol news logo Sejumlah persoalan yang muncul belakangan di tubuh Polri menjadi bahan diskusi puluhan mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) bersama Nagara Institute.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal menjelaskan, sebanyak 30 mahasiswa perwira polisi PTIK datang ke kantornya, untuk membahas tentang HAM dan Demokrasi dalam kaitannya dengan tupoksi Polri.

Dia menuturkan, para mahasiswa S2 PTIK ini berdebat dengan para narasumber yang dihadirkan Nagara yakni pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie, anggota Watimpres Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto, dan Komjen Pol Dharma Pongrekun yang juga bekas Waka BSSN.

Diskusi bertajuk "Polisi: Kemarin, Hari Ini dan Esok" yang dipandu oleh mantan Anggota DPR RI Oheo Sinapoy berlangsung di Kawasan Jakarta Selatan, Senin kemarin (12/9).

"Banyak bagian membahas kasus dari berbagai sudut pandang," ujar Akbar melalui keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (13/9).

Sebagai lembaga yang fokus pada isu demokratisasi dan Kenegaraan, Akbar menjelaskan bahwa Nagara Institute membedah Kasus Ferdy Sambo sebagai pemantik diskusi.

Kata Akbar, kasus ini patut dijadikan momentum pembenahan institusi kepolisian secara sistemik, termasuk "memutus hubungan" saling menguntungkan di luar tupoksi antara oknum Polri khususnya di tingkat elit dengan para politisi.

"Ada banyak tentakel politik yang bekerja di internal Polri sehingga wajah Polri hari ini kehilangan bentuk," tuturnya.

"Sempurna keadaannya sebab Polri juga menyediakan diri untuk dimanfaatkan. Kita bisa melihat itu dalam banyak kasus relasi kuasa antar lembaga negara," sambung mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem ini.

Sementara itu, Sidarto Danusubroto yang menjadi salah satu narasumber menilai, polisi saat ini hanya bisa dievaluasi dan diperbaiki dengan pendekatan perbaikan peraturan perundang-undangan (by law).

Namun, kata ajudan terakhir Bung Karno ini, ide ini bukan perkara mudah karena menyangkut political will daripada pembuat undang-undang yang saat ini juga nyaman untuk menggunakan polisi sebagai alat kekuasaan.

Sementara itu, Connie Rahakundini mengkritik sistem dan jenjang komando yang ada di kepolisian yang menurutnya sama dengan komando yang ada pada militer.

"Inilah penyebab mengapa kasus Ferdy Sambo yang notabene sebenarnya kasus pembunuhan biasa yang harusnya selesai cepat namun melebar menjadi diskusi publik dan lalu menjadi tuntutan perbaikan total di tubuh kepolisian,” jelas Connie.

Ditambahkannya, kasus Ferdy Sambo adalah bukti bahwa sistem komando model militer di internal Polri membuat banyaknya oknum polisi terseret hingga mencapai 97 orang dari berbagai level pangkat, dari jenderal bintang dua hingga pangkat terendah dalam polri yakni Bharada.

Sementara itu, Komjen Pol Dharma Pongrekun berpendapat, wajah polisi hari ini adalah dampak dari konsep pendidikan di Indonesia yang menjadikan nilai atau angka acuan untuk mengukur segala ukuran pencapaian.

"Salah satu akibatnya, polisi dalam karirnya selalu mencari dan merebut angka tersebut sebanyak-banyaknya demi karir. Penerjemahan angka tadi bisa dalam banyak bentuk dan makna," katanya.

Salah satu poin penting dari paparan jenderal polisi bintang tiga aktif ini adalah loyalitas berlebihan kepada atasan dan atau senior dalam internal Polri telah sampai pada tahapan merusak nilai-nilai Tribrata. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA