Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Harga BBM Naik, Petani: Leher Kita Tercekik Dalam Situasi Seperti Ini

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Rabu, 14 September 2022, 20:10 WIB
Harga BBM Naik, Petani: Leher Kita Tercekik Dalam Situasi Seperti Ini
Serikat Petani Indonesia (SPI), Marlan Ifantri Lase/Repro
rmol news logo Bukan hanya kelompok buruh, petani juga mengalami dampak dari kenaikan harga BBM. Apalagi, dalam situasi normal saja para petani sudah mempunyai banyak persoalan. Sehingga dengan naiknya harga BBM membuat para petani merasa semakin tercekik lehernya.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Begitu curhatan yang disampaikan oleh Serikat Petani Indonesia (SPI), Marlan Ifantri Lase dalam acara diskusi publik bertajuk "BBM Naik, Rakyat Menjerit" yang diselenggarakan oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube FNN TV pada Rabu (14/9).

Marlan mengatakan, para petani mempunyai beberapa persoalan yang dihadapi. Yakni, krisis regenerasi petani, ketidakadilan alat produksi utama petani, yakni agraria atau tanah.

Diungkapkan Marlan, pemerintah sebenarnya sudah menjanjikan distribusi tanah 9 juta hektare kepada petani. Namun demikian, faktanya belum terwujud. Ia mengatakan yang dilakukan adalah sertifikasi tanah yang banyak. Marlan mengakui bahwa para petani pemerintah melakukan reforma agraria.

"Bagaimana tanah-tanah terlantar itu, tanah-tanah yang dimiliki oleh sebagian kecil tapi menguasai lebih luas itu dibagikan kepada kita yang memiliki sedikit. Nah ini yang tidak terjadi. Makanya kita masih sangat sulit untuk bisa sejahtera," ujar Marlan.

Selanjutnya, persoalan bahan produksi pertanian yang harganya mahal, seperti pupuk, benih, pestisida. Bahkan kata Marlan, para petani dipaksa untuk membeli bahan produksi pertanian itu dari korporasi.

"Hari ini misalnya beli pupuk yang ini, besok akan ada pupuk baru. Kalau gak pakai pupuk itu gak akan maju lagi pertanian saya, gak akan bagus produksinya. Jadi saya dipaksa untuk ketergantungan terhadap itu," kata Marlan.

Padahal kata Marlan, baik benih, pupuk, maupun pestisida bisa secara organik yang dibuat secara mandiri oleh para petani. Akan tetapi, hal itu tidak bisa terlaksana karena tidak adanya dukungan kuat dari pemerintah.

"Karena memang sejak lama ya kita gak tau, tapi dari pemerintahan sendiri kadang-kadang didukung oleh korporasi-korporasi tersebut yang memaksa kita dan membuat kita tidak bisa dapat dukungan dari pemerintah," jelas Marlan.

Kemudian kata Marlan, persoalan yang dihadapi lainnya adalah subsidi pupuk dari pemerintah yang semakin berkurang.

"Ada berapa ratus ribu anggota SPI menghadapi situasi itu. Kita ya lama-lama akan tercekik lah lehernya dalam situasi seperti ini," terang Marlan.

Lalu, persoalan lainnya adalah, terkait kepastian harga. Di mana, selama ini tidak ada kepastian harga bagi petani karena mengikuti harga pasar.

"Oleh karenanya SPI sendiri sangat menolak terkait kenaikan BBM ini. Karena dalam situasi normal saja, kami menghadapi beban berat, apalagi dengan kenaikan BBM. Karena kenaikan BBM ini berdampak terhadap petani," tegas Marlan.

Karena kata Marlan, para petani juga membutuhkan BBM dalam produksi pertanian. Apalagi, kenaikan harga BBM juga berdampak pada kenaikan harga-harga pokok lainnya yang juga dirasakan oleh petani.

"Jadi ketika harga naik maka semua barang-barang itu ikut naik. Dan sampai ke dapur kita itu, itu harganya sudah berubah. Itu sudah sangat-sangat tinggi akibat distribusi yang naik harganya," pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA