Merespons hal itu, tokoh muda Nahdlatul Ulama Ubaidillah Amin menyatakan sah saja mengklaim seperti itu dengan syarat AHY memiliki data dan fakta yang nyata di lapangan. Termasuk apakah, masyarakat merasakan klaim yang telah dilontarkan oleh putra sulung SBY itu.
Ia menyayangkan kalau pernyataan terbuka AHY hanya untuk kepentingan elektoral semata. Bagi Wakil Ketua Dewan Pembina HPN itu, gaya politik seolah teraniaya yang pernah dilakukan SBY tidak relevan untuk dikerjakan saat ini.
"Saya kira AHY harus belajar politik lagi dan benar-benar turun ke masyrakat, era-era gaya politik dizholimi dan seolah-olah teraniyaya sudah pernah dilakukan SBY di 2004," demikian kata Ubaidillah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (20/9).
Ia pun melontarkan kritik kepada AHY untuk lebih serius lagi belajar berpolitik. Ia menyayangkan jika pensiunan Mayor TNI itu memilih menggunakan gaya politik mengambil simpati rakyat dengan menjatuhkan orang lain.
"Mas Agus kalau mau jadi presiden jangan mencari simpati rakyat dengan menjatuhkan atau memfitnah orang, sudah tidak zamannya," jelas Pengurus Lembaga Falakiyah PBNU ini.
Dalam pandangan Ubaidillah, saat ini masyarakat Indonesia sudah cerdas, sehingga tidak akan bisa diprovokasi dengan gaya politik tanpa berbasis fakta yang kuat.
"Masyarakat sekarang sudah cerdas tidak bisa diprovokasi oleh orang yang bernafsu berkuasa tetapi tidak memiliki kapasitas untuk itu," pungkasnya.
Sebelumnya, AHY mengatakan keherannya terhadap pemerintahan Jokowi yang tidak secara terbuka mengucapkan terima kasih pada SBY. Padahal, versi AHY, 70-80 persen pembangunan infrastrukur era Jokowi adalah peninggalan SBY dan hanya menggunting pita saja.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: