Desakan itu disampaikan anggota Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) Teo Reffelsen. Menurutnya, Keppres 17/2022 tidak lebih dari cara negara melakukan pembiaran terhadap pelaku pelanggaran HAM berat.
"Keppres 17/2022 merupakan sarana cuci dosa pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu karena bermasalah secara konseptual yang melanggar hak korban atas kebenaran dan keadilan," ujar Teo dalam keterangannya, Jumat (23/6).
Dikatakan Teo, langkah Presiden Jokowi ini hanya menguatkan posisi bahwa pemerintah memang tidak memiliki kemauan politik atau
political will untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan kepada korban.
Pada sisi lain, lanjutnya, KASUM juga mempertanyakan sikap Komnas HAM yang hanya diam terhadap keputusan Presiden Jokowi ini.
"Diamnya Komnas HAM dapat diartikan publik bahwa Komnas HAM membiarkan atau mengamini impunitas berlangsung serta menyetujui tindakan pemerintah yang keliru," terangnya.
Kata Teo lagi, berlarut-larutnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak hanya menimbulkan penderitaan yang berkepanjangan bagi para korban, tetapi juga menjadi batu sandungan bagi rekonsiliasi politik secara nasional bagi pemerintah.
"Tanpa pengungkapan kebenaran maka rekonsiliasi atau proses non-yudisial hanya sebagai cek kosong atau sarana impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu," pungkasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: