Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Masyumi, Pandai dan 4 Parpol yang Gagal di Tahap Pendaftaran Deklarasikan Gerakan Lawan Political Genocide

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Senin, 17 Oktober 2022, 15:25 WIB
Masyumi, Pandai dan 4 Parpol yang Gagal di Tahap Pendaftaran Deklarasikan Gerakan Lawan <i>Political Genocide</i>
Deklarasi Gerakan Lawan Political Genocide/RMOL
rmol news logo Gerakan perlawan dideklarasikan sejumlah partai politik (parpol) yang gagal menjadi peserta Pemilu Serentak 2024 di tahapan pendaftaran yang berlangsung pada 1 hingga 14 Agustus 2022 lalu.

Deklarasi dilakukan oleh 6 parpol yang tergabung di dalam Gerakan Lawan Political Genocide di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Senin siang (17/10).

Terdapat 6 ketua umum parpol yang hadir dalam acara deklarasi ini. Di antaranya Ketua Umum Partai Masyumi Ahmad Yani, Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai) Farhat Abbas, Partai Pergerakan Kebangkitan Desa (Perkasa) Eko Santjojo, Partai Pemersatu Bangsa Egi Sudjana, Partai Kedaulatan Tutas Subagyo, dan Partai Reformasi Syamsahril Kamal.

Dalam acara deklarasi tersebut, Ahmad Yani membacakan isi deklarasi yang dirangkum oleh keenam parpol tersebut, yang pada intinya membuat perlawanan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kami parpol yang menjadi korban political genocide bersepakat membentuk gerakan melawan political genocide," ujar Ahmad Yani.

Dia mengurai, perlawanan dilakukan 6 parpol ini lantaran dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon peserta Pemilu Serentak 2024 oleh KPU pada masa pendaftaran bulan Agustus lalu.

Menurutnya, salah satu kesalahan yang dibuat KPU adalah tidak menerbitkan BErita Acara (BA) untuk parpol-parpol yang dokumen persyaratannya untuk menjadi peserta pemilu tidak dapat dipenuhi di sistem informasi partai politik (Sipol).

Sementara keenam parpol ini, ditegaskan Ahmad Yani, telah memenuhi syarat sebagai peserta pemilu jika dilakukan pemeriksaan dokumen secara fisik, alias tidak dari Sipol.

"Sipol dalam proses pendaftaran tidak diatur dalam UU 7/2017. Artinya Sipol tidak sesuai peraturan perundang-undangan, hanya terdapat pada PKPU, tidak mengikat. KPU bukan pembuat norma, tapi pelaksana norma," cetusnya.

Selain itu, Ahmad Yani juga menyampaikan bahwa keenam parpol yang membuat gerakan perlawanan ini telah menggugat KPU ke Bawaslu. Akan tetapi, mereka merasa tidak mendapat keadilan dari badan penegak hukum pemilu tersebut.

"Bahwa Bawaslu sebagaimana tugas dan kewenangannya, setelah melihat dan mendengar keterangan, seharusnya menegur dan memerintahkan KPU untuk mengeluarkan berita acara. Bahwa ada hak konstitusional yang harus diterima parpol baik yang memenuhi atau yang tidak memenuhi syarat," demikian Ahmad Yani. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA