Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Anthony Budiawan: Preshold Bikin Kendali Oligarki Makin Perlebar Ketimpangan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-satryo-1'>AHMAD SATRYO</a>
LAPORAN: AHMAD SATRYO
  • Jumat, 21 Oktober 2022, 18:37 WIB
Anthony Budiawan: Preshold Bikin Kendali Oligarki Makin Perlebar Ketimpangan
Diskusi publik bertajuk 'Indonesia Dalam Belantara Benturan Kepentingan' yang digelar di Sekretariat PMII/RMOL
rmol news logo Aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (preshold) sebesar 20 persen yang di atur dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang pemilu kembali disoal.

Akan tetapi, kali ini yang mempersoalkan bukan dari kalangan yang bergelut di dunia politik ataupun hukum, tetapi ekonom ialah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.

Anthony menilai, norma preshold yang sudah banyak digugat kelompok masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK) tapi tak kunjung disebut inkonstitusional memiliki dampak ekonomi.

"Presidential threshold 20 persen, apakah itu baik untuk negara. Saya tidak melihat itu baik kok," ujar Anthony dalam diskusi publik bertajuk "Indonesia Dalam Belantara Benturan Kepentingan" yang digelar di Sekretariat PMII, di Kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (21/10).

Anthony menilai, preshold nampaknya sengaja dipertahankan oleh pemangku kebijakan utamanya pembuat undang-undang untuk bisa memiliki pemimpin yang bisa dikendalikan oleh segelintir orang yang menguasai kekayaan negara.

"Artinya negara ini dikuasai oleh kapital, mereka membuat presiden yang dinginkan hanya oligarki konglomerat. Dampaknya apa? Pemerintahan yang diatur sekarang ini," cetusnya.

Dampak dari aturan ini, diurai Anthony, dapat dilihat dari satu indikator ekonomi yang jelas terlihat dari kesejahteraan masyarakat, yaitu jumlah rakyat yang masuk kategori miskin berdasarkan definisi Bank Dunia.

"Rakyat miskin Indonesia kini 168 juta,(berdasarkan) definisi dari Bank Dunia yaitu dengan pendapatan per kapita per orang per bulan kurang dari 1,1 juta rupiah," paparnya.

Di sisi yang lain, justru pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu yang mensyaratkan presidential threshold justru memberikan keleluasaan bagi segelintir orang untuk menguasai sumber daya.

"Berapa banyak orang kaya, super kaya yang mengusai lahan ratusan hingga jutaan hektar, dengan menikmati harga komiditas ekspor batu bara dari 2004 sampai 2019 itu adalah 245 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3 ribu triliun," paparnya.

"Berapa keuntungannya, berapa orang yang hanya mengusai itu. Berapa biaya untuk itu, itu belum yang di dalam negeri ya. Maka ini adalah ketimpangan, demikian Anthony. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA