"Reformasi kultural harus dimulai dari bawah sejak awal penerimaan siswa/siswi untuk jadi Polri yang diselenggarakan di setiap provinsi," kata pakar hukum, Petrus Selestinus , kepada wartawan, Rabu (16/11).
"Agar setiap anggota polri hasil gemblengan di setiap provinsi memahami budaya setempat di mana dia belajar," imbuhnya.
Petrus mengingatkan, reformasi kultural tidak bisa hanya dengan imbauan atau penindakan secara sporadis atau
case by case. Menurutnya, reformasi kultural ini harus berjalan secara bertahap dan menyeluruh.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan, problem kepolisian saat ini adalah soal penegakan hukum dan pelayanan keadilan serta pengayoman kepada masyarakat. Menurutnya, masalah itu selalu dikeluhkan masyarakat hingga saat ini belum ada perbaikan secara nyata.
"Kita tahu bahwa persoalan ketertiban dan keamanan masyarakat selama ini kerjasama antara Polri dan masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban, berhasil dengan memuaskan," tuturnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyerukan reformasi kultural Polri di hadapan 2.123 perwira polisi lulusan Sekolah Inspektur Polisi Angkatan Ke-51. Ia berharap seluruh lulusan menjadi agen penggerak guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara.
"Guna meningkatkan kepercayaan publik, rekan-rekan harus menjadi agen penggerak reformasi kultural Polri. Saya memahami bahwa untuk melakukan hal tersebut tidaklah mudah. Kendati demikian, harus dilakukan demi kebaikan institusi Polri yang dicintai," ucap Sigit.
Sigit mengatakan, kepercayaan publik merupakan kunci utama dan harga mati bagi institusi Polri dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Seperti yang diamanatkan Presiden Joko Widodo, agar citra Polri terus dijaga.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: