Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengurai sejumlah pasal yang bisa diperdebatkan yang ada di dalam KUHP baru. Dia melihat semangat pemangku kebijakan pembuat UU merevisi KUHP adalah untuk meninggalkan "bau-bau" kolonial.
"Karena itu menjadi sebuah kebutuhan bagi bangsa Indonesia punya KUHP buatan sendiri sesuai dengan nilai-nilai Indonesia. Akan tetapi ada beberapa pasal yang masih meninggallan masalah, terutama soal kepastian hukum," ujar Abdul Fickar kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (7/12).
Sebagai contoh, sosok yang kerap disapa Fickar ini melihat pasal tentang penghinaan terhadap presiden dan pejabat umum tidak tepat dimasukan ke dalam KUHP.
"Pasal ini berlebihan karena presiden dan pejabat umum itu kan institusi yang memang dibentuk dan diangkat untuk melayani rakyat, jadi kalau menerima kritik, pendapat bahkan penghinaan adalah sebagai sebuah konsekuensi dari jabatan," tuturnya.
Contoh pasal lain dalam KUHP baru yang dapat dipersoalkan publik, dipaparkan Fickar, adalah terkait dengan pemidanaan terhadap demontrasi yang tanpa izin.
"Ini juga pasal bertentangan dengan demokrasi, karena seharusnya cukup pemidanaan terhadap keonarannya saja, tidak ditekankan pada demonstrasinya yang justru menjadi hak demokrasi," demiian Fickar.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: