Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Romo Magnis: Bharada E Salah Secara Etika, tapi Perintah Sambo Mengurangi Tingkat Kesalahan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Senin, 26 Desember 2022, 11:59 WIB
Romo Magnis: Bharada E Salah Secara Etika, tapi Perintah Sambo Mengurangi Tingkat Kesalahan
Sidang terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E menghadirkan saksi meringankan, Romo Frans Magnis Suseno di PN Jakarta Selatan/RMOL
rmol news logo Relasi kuasa Ferdy Sambo ke Richard Eliezer atau Bharada E hingga memerintahkan menembak Brigadir J hingga tewas menjadi perhatian khusus ahli meringankan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Adalah Romo Frans Magnis Suseno, ahli meringankan yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada hari ini Senin (26/12).

“Relasi kuasa itu umum dalam setiap organisasi. Karena itu, dalam polisi, relasi kuasa sangat jelas siapa yang perintah, siapa yang ikuti. Jadi, relasi kuasa itu berarti bahwa orang yang dalam relasi akan mengalami tekanan kesulitan, kalau dia diperintah sesuatu yang dia sendri merasa tidak boleh dilakukan, itu masalahnya,” kata Romo.

Romo berpandangan, keputusan Bharada E menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo tidak bisa dibenarkan secara etika moral. Namun, berkaitan dengan relasi kuasa Sambo yang kala itu menjabat Kadiv Propam Polri, Bharada E tidak sepenuhnya dianggap sebagai pihak paling bertanggung jawab.

“Dia (Bharada E) melakukan secara etis tidak bisa dibenarkan, bisa juga dianggap tidak sepenuhnya bertanggung jawab,” kata Romo Magnis.

Romo Magnis lantas mengurai bahwa tipe perintah Ferdy Sambo ke Bharada E sangat sulit untuk dilawan. Ia menilai Bharada E kebingungan karena tidak punya cukup waktu untuk menentukan etika saat perintah atasan dari institusi kepolisian itu datang.  

“Mungkin dia (Bharada E) orang kecil, jauh di bawah yang memberi perintah. Meskipun dia ragu-ragu dan bingung, itu tidak berarti sama sekali tidak ada kesalahan, tetapi itu jelas menurut etika sangat mengurangi kebersalahan,” urainya.

Dalam kasus ini, Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Dalam surat dakwaan, Richard menembak Yosua atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Adapun Ferdy Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Khusus untuk Sambo, jaksa juga mendakwanya terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.

Sambo dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP. rmol news logo article
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA