Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Yahya Cholil Staquf: Piagam PBB Bisa jadi Sumber Hukum Umat Muslim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Selasa, 07 Februari 2023, 01:33 WIB
Yahya Cholil Staquf: Piagam PBB Bisa jadi Sumber Hukum Umat Muslim
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam pidatonya pada Muktamar Internasional Fikih Peradaban I/Ist
rmol news logo Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menjadi hukum bagi umat Islam. Artinya, piagam PBB bisa menjadi sumber hukum yang mengikat bagi penduduk dan negara bangsa, termasuk Muslim.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf  dalam pidatonya pada Muktamar Internasional Fikih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2).

"Apakah piagam PBB itu bersifat legal dalam Islam? Apakah ia sumber hukum bagi negara berpenduduk Islam? Jawaban dari pertanyaan itu, iya," katanya.

Jika demikian, ia pun kembali bertanya mengenai keabsahan Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai wakil bagi warga India, khususnya bagi umat Islam. Pun demikian, yang menandatangani Piagam PBB adalah Perdana Menteri Jawaharlal Nehru yang juga non-Muslim.

"Apakah kita menganggap PM zaman itu ketika menandatangani piagam itu sebagai wakil yang pantas dan representatif dari warga Muslim India sedangkan dia bukan Islam?" tanya Gus Yahya.

"Apakah dia bisa menjadi wakil negara India, termasuk Muslim?" lanjutnya.

Meskipun demikian, Piagam PBB dan organisasi PBB bukanlah sesuatu yang sempurna dan tidak mengandung masalah sama sekali. Pada kenyataannya, realisasi isi Piagam PBB juga menyisakan kekurangan.

Namun di sisi lain, Piagam PBB juga mengakhiri konflik yang pernah terjadi. Hal tersebut juga menandai berdirinya negara-bangsa dan mencegah terjadinya kekacauan, termasuk peperangan dan penderitaan kemanusiaan yang diakibatkannya.

Gus Yahya lalu menyinggung soal kekhilafahan yang oleh sebagian umat Islam dijadikan alternatif tatanan politik. Menurutnya, telah berlaku secara luas pandangan bahwa di mana ada kekhalifahan, orang kafir menjadi objek diskriminasi.

Kini kekhalifahan yang representatif bagi umat Islam sudah tidak ada lagi. Ungkap Gus Yahya, sudah tidak ada otoritas politik yang mempersatukan kaum muslim sejak runtuhnya kekhalifahan Umayyah yang dimulai 150 tahun pascawafat Nabi.

Sejak itu, ketika negara Islam memiliki banyak penguasa, pandangan fikih berpendapat bahwa mempersatukan umat Islam menjadi sesuatu yang luhur dan harus dicapai orang Islam di mana pun berada.

"Maka, pertanyaan yang pantas kita utarakan di sini adalah apakah gagasan idealis ini pantas kita anut dengan mengandaikan bahwa semua umat Islam harus bernaung dalam satu otoritas politik?" ujar mantan Katiba Am PBNU ini.

"Apakah Piagam PBB dapat menjadi landasan berpikir ke sana?" lanjutnya bertanya.

Mengakhiri pidatonya, Gus Yahya meminta jawaban dari para ulama atas pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan.

"Demikian pertanyaan yang berhasil saya susun, dan saya menunggu para ulama di sini untuk menjawabnya," pungkasnya.

Muktamar Internasional Fikih Peradaban I dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin, Senin. Forum ini mengundang sedikitnya 15 pakar sebagai pembicara kunci, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Hadir sebagai pembicara antara lain Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Wakil Grand Syekh Al-Azhar Syekh Muhammad Abdurrahman Al-Dluwaini, Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia Syeikh Muhammad Bin Abdul Karim Al Issa, dan sejumlah ulama mancanegara lainnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA