Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rayakan Imlek, Esoterika Ajak Masyarakat Pelajari Etika Konfusianisme

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Sabtu, 11 Februari 2023, 20:36 WIB
Rayakan Imlek, Esoterika Ajak Masyarakat Pelajari Etika Konfusianisme
Ketua Esoterika Denny JA, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Budi S Tanuwijoyo, Intelektual Islam Neng Dara Affifah, dan Dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Budhy Munawar Rachman/Ist
rmol news logo Agama dan kepercayaan merupakan bagian dari warisan kultural milik bersama yang perlu dirawat demi memperkaya kemanusiaan dan kebersamaan.

Demikian disampaikan Ketua Esoterika Denny JA dalam pidato pembukaan perayaan Imlek bersama serta diskusi yang bertajuk “Ajaran Etika Konfusianisme” di Gedung Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BPPK), Cilandak, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2).

Pada acara tersebut, hadir lebih dari 100 perwakilan dari sejumlah agama dan keyakinan, yakni Islam, Hindu, Katolik, Protestan, Konghucu, Buddha, Hindu, Syiah, Ahmadiyah, Sikh, Baha’i dan Kepercayaan.

Selain itu hadir sebagai moderator adalah Dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Budhy Munawar Rachman dan dua narasumber yang mengulas lebih mendalam soal nilai-nilai filosofis dan ajaran etika Konfusianisme, yakni intelektual Islam Neng Dara Affiah dan Ketua Matakin XS. Ir. Budi S. Tanuwibowo.

Dalam pidato sambutannya, Denny JA mengutip buku karangan Stephan C Angle berjudul “Contemporary Confucian Political Philosophy: Toward Progressive Confucianism (2012)”. Dia menjelaskan, buku ini memberi inspirasi bahwa masyarakat Tionghoa yang tinggal di dunia barat khususnya, memerlukan paham dan interpretasi Konghucu yang lebih sesuai.

“Dalam paham Konghucu progresif ini, mereka tetap mempetahankan core philosophy dari Konghucu untuk ajaran moral individual,” kata Denny.

“Golden Rule dari Konghucu semakin dipopulerkan, ‘lakukanlah kepada orang lain apa yang kamu ingin orang lain lakukan padamu. Jangan lakukan pada orang lain, apa yang kamu tak ingin orang lain lakukan padamu’,” paparnya lagi.

Namun, lanjutnya, untuk prinsip moral kolektif, moralitas ruang publik, paham Konghucu Progresif menolak kultur politik yang kini berkuasa di Negara Cina.

Denny menjelaskan, di China, ajaran Konghucu disubordinasi agar tumbuh, berdampingan, harmoni dengan sistem politik yang tidak menghargai hak asasi manusia, tidak demokratis, kurang menghargai persamaan hak-hak kaum perempuan.

Sedangkan Konghucu progresif hanya ingin harmoni dengan kultur yang menghargai hak asasi, demokratis, dan menjunjung persamaan hak kaum perempuan.

“Buku Progresive Confucianism ini segaris dengan tradisi Islam di Eropa. Dua puluhan tahun sebelum buku Progressive Confucianism terbit, di Eropa, ada pemikir bernama Bassam Tibbi. Sejak tahun 1990 an, Tibbi sudah mengembangkan paham Islam Eropa,” jelas Denny.

Baginya, kata Denny lagi, Islam yang tumbuh di Eropa harus  memisahkan diri dengan Islam yang tumbuh di negeri asalnya, yakni Timur Tengah. Islam di Eropa harus tumbuh dengan nilai- nilai Eropa yang menghayati hak asasi manusia, demokrasi dan persamaan hak kaum perempuan.

“Demikianlah kita menyaksikan evolusi dalam paham agama. Tak ada lagi paham One Size For All; satu paham agama untuk Semua,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA