Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gede Pasek: Abraham Samad dan Bambang Widjojanto Politisi Berbaju Penegak Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 16 Maret 2023, 04:44 WIB
Gede Pasek: Abraham Samad dan Bambang Widjojanto Politisi Berbaju Penegak Hukum
Mantan Ketua Komisi III DPR RI, Gede Pasek Suardika/Net
rmol news logo Sebuah tudingan dilontarkan mantan Ketua Komisi III DPR RI, I Gede Pasek Suardika, kepada Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Dua mantan pimpinan KPK itu dianggap sebagai politisi berbaju penegak hukum.
Tudingan itu disampaikan Gede Pasek setelah melihat upaya penegakan hukum yang dilakukan lembaga antirasuah pada era itu.

"Sudut kemeriahan penegakan hukum. (Sisi) entertain kena, tetapi substansi tidak. Cara pandang komisioner politisi berbaju penegakan hukum. KPK dulu ingar bingar tak murni penegakan hukum, tetapi mempersiapkan potensi politik. Setelah di KPK ada isu Abraham Samad jadi wapres," ujar Gede Pasek.
dalam diskusi daring bertema "Sejarah Hitam KPK: Kriminalisasi Pembiaran dan Penjegalan?" yang digelar Jakarta Journalist Center, Rabu (15/3).

Dia kemudian mencontohkan proses hukum terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Menurut Gede Pasek, proses hukum kepada Anas Urbaningrum penuh rekayasa.  

Anas merupakan terpidana kasus korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.

Menurut Gede Pasek, Anas Urbaningrum ditersangkakan menerima gratifikasi mobil dari uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang. Atas penetapan status itu, Anas akhirnya mengundurkan diri dari jabatan Ketum Demokrat.

"Anas dihukum melakukan korupsi berlanjut. Korupsi apa, tak pernah dijelaskan di mana, jumlahnya berapa. Tindak pidana pencucian uang berulang kali, berapa? Ke mana putaran? Tak pernah dijelaskan. Itu hukuman untuk Anas. Sudah tersangka, jabatan hilang mau bagaimana lagi. Itu kriminalisasi," tuturnya.

Ketika itu, lanjut Gede Pasek, belum ada orang berteriak melawan ketidakadilan yang dialami Anas. Bahkan, dia menegaskan, jika ada yang berani melawan maka dicap sebagai pro koruptor.

"Yang mentersangkakan tetap menjadi pahlawan. Pengadilan kita lihat bagaimana berani hakim membebaskan kalau tidak mau dioperasi sama KPK," kata dia.

Selain kasus Anas Urbaningrum, dia menyoroti penetapan tersangka kepada Budi Gunawan karena diduga telah menerima hadiah atau janji saat menduduki jabatan sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia periode 2003-2006 di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.

Dan, kasus suap itu terkait kuota gula impor yang menjerat mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman.

"Contoh kasus Irman Gusman, KPK mengatakan ini pintu gerbang membongkar praktik mafia impor gula di Indonesia. Apanya yang dibongkar sampai sekarang tak jelas. Kami di DPD meneliti potensi kerugian negara Rp 63 triliun. Sehingga kalau Rp 100 juta sangat jauh. Nyatanya masuk pun tidak selesai di situ saja. Publik lupa," paparnya.  

Tak hanya itu, dia menuding KPK di era sebelumnya telah melakukan trial by the press. Dia mengungkapkan, seorang calon kepala daerah diperiksa KPK. Setelah itu, pemberitaan soal calon kepala daerah itu disebarluaskan di daerah tempat pemilihan.

"Pilkada itu masih bisa ditreking. Ada teman maju Pilkada tiba-tiba diperiksa KPK. Masuk berita disebar di dapil di mana Pilkada dilakukan. Itu tidak langsung black campaign. Padahal kasus tidak ada," ungkapnya.

Untuk itu, dia meminta, KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri membentuk tim khusus membuat 'buku putih' yang memuat soal kinerja lembaga antirasuah itu selama pemberantasan korupsi. Upaya itu dilakukan sebagai bentuk transparansi kepada publik.

"(Meminta) KPK berani membuat buku putih kisah yang lalu. Bagaimana guidebook yang bagus agar problem kelemahan penyimpangan terjadi di masa lalu tak terjadi," tambahnya.

Dalam diskusi tersebut juga hadir mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, Direktur Eksekutif LSAK Ahmad A. Hariri dan Direktur KPK Watch Indonesia Yusuf Sahide.

Diskusi daring itu juga dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari 11 provinsi. Mulai dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Kalimantan, Aceh, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan sebagainya. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA